Seni Badud |
Seni Badud - Menurut narasumber di lapangan, seni Badud sudah ada sejak awal abad ke-20. Pada mulanya seni ini dipertunjukan untuk upacara yang berkaitan dengan aktivitas pertanian sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilan dalam mengolah ladang pertanian tanpa adanya gangguan hama, sehingga mendapat hasil panen yang melimpah.
Dalam sejarah pementasannya, Badud dipergunakan untuk mengiringi orang-orang yang membawa hasil panennya dari ladang ke perkampungan tempat mereka tinggal. Setiba di perkampungan, rombongan badud disambut oleh Ronggeng Doger, dan saat malamnya diadakan pertunjukan, hiburan mamarung (sejenis tarian sosial berpasangan), tarian yang dilakukan oleh penari perempuan. Dari segi pengambilan anggota untuk seni badud yaitu dengan sistem turun temurun (seni turunan).
Sejak adanya perubahan sistem tanam padi, dari sekali dalam setahun menjadi dua atau tiga kali dalam satu tahun, fungsi Badud tidak lagi dipentaskan untuk mengiringi arak-arakan memikul hasil panen ladang ke perkampungan, melainkan dipentaskan untuk acara hajatan masyarakat, seperti perkawinan, khitanan, dan peringatan kemerdekaan republik Indonesia.
Demikian juga halnya dengan penyajiannya yang banyak mengalami perubahan. Menurut narasumber, atas inisiatif pimpinan seni Badud, pertunjukan Badud mengalami perubahan sejak tahun 1980, yang awalnya hanya bentuk menyajikan unsur musikal saja (Dogdog dan Angklung), kini ditambah dengan unsur teatrikal, seperti adanya Kera, Anjing Hutan, Babi, Lutung, dan Harimau. Hal ini didasari agar seni Badud tetap diminati oleh masyarakat setempat dan masyrakat yang berada dekat dengan lingkungan tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar