Sabtu, 03 Mei 2014

Sajak Semalam di Pangandaran

Sajak Semalam di Pangandaran

semilir angin yang tak biasa kujumpai di sela-sela kesibukan setiap hari
aku merasa asing di sini, merasa hanya seorang diri di tempat sekecil ini
suatu tempat dimana tidak ada kebisingan, tidak ada kerusuhan-kerusuhan  manusia bebal.
yang ada hanya ketenangan-- benar-benar ketenangan yang kurasakan

bunyi ombak ketika malam, dan malam semakin malam, semakin menambah indahnya kesendirian di tengah keterasingan. lampu-lampu nelayan tradisional berkedip kadang tertutup ombak
sejauh mata memandang kulihat hanya kosong, kosong yang tak bertepi tetapi memiliki isi yang tak bisa dijawab dengan nalar. lautan tanpa batas seperti kota-kota yang penuh dengan kebisingan, penuh dengan kesesakan-kesesakan masing-masing

namun waktu, waktu seperti membalikan kenyataan, lautan ini dihuni tentang kedamaian-kedamaian ketenangan-ketenangan yang tak bisa aku dapatkan dibernagai tempat
sejuk dan gemuruh ombak yang menepi kemudian hilang ditelan udara
kemudian menguap dan menghilang di udara

ada ketamakan-ketamakan sepi semakin bergelantung dikepala, entah apa yang aku rasa
pada saat ini yang ada hanya kedamaian. kedamaian yang benar-benar damai
lalu, kulihat langit, langit gelap temaram namun tetap indah dengan adanya bintang-bintang yang berkedip seperti menari bahagia. cahaya-cahaya kecil di tengah lautan, adalah cahaya-cahaya indah di balik gelapnya dunia, warna-warna yang tak bisa aku terka, bahkan menerka-nerka saja aku tak bisa

ribuan debur ombak di depan mata--menari indah bebas, bak seorang penari-penari atau balerina yang dengan gemulainya di atas pentas pertunjukan. aku merasa damai dengan alam, aku seperti damai dalam keterasingan. bunyi bunyi kendaraan yang melintas berbunyi kecil dari kejauhan seperti simponi alam yang benar-benar natural. aku mendapat berbagai kebahagiaan, tentang cinta, tentang rindu, tentang apapun itu yang membuat kedamaian hati muncul.

kadang aku ingin merindukan seseorang, seseorang yang entah siapa, pada malam-malam sebelumnya rindu ini seperti menggebu. meronta, seperti memaksa ingin berjumpa. air mata seperti sudah kering pada kesedihan, kesedihan seperti sebatang kara hidup di dunia.
lautan dan lampu-lampu nelayan tradisional, adalah kota-kota besar ketika malam yang penuh dengan kedamaian tanpa polusi kendaraan.

tanpa bunyi klakson atau kemacetan-kemacetan kala pagi
harum udara pantai seperti membekas di kepala
ingatan-ingatan tentang kesepian adalah racun yang menggerogoti kepala
aku terhempas pada dinding malam, terhempas sedalam-dalamnya
dan tenggelam pada lautan tanpa dasar.

samudera membentang, luas tak bertepi.


 

Cerpen 'Dilema' (bersambung)

Cerpen 'Dilema' (bersambung) 
Orang bilang cinta pertama sulit dilupakan,bahkan, bila cinta itu harus putus di tengah jalan, kenangannya akan terus teringat.
fiuuuh.. Rudi menghembuskan napasnya kuat-kuat. dulu dia percaya sekali akan hal itu, namun sekarang?
Rudi menatap langit-langit kamar dengan penuh kosong. menghitung titik-titik hitam pada loteng yang sudah tua.
mencoba menyingkirkan pikiran kalang kabut yang menyesaki pikirannya. Namun, seraut wajah yang manis, Lisa namanya justru malah kuat menghujam ingatannya. Menari-nari di langit kamar. "Lisa".. rodi mendesah gundah. bagaimana bagaimana segala impian kita kinikurasa kian jauh? "Rud..sudah malam. katanya besok ada kuliah pagi. Kalau kau tidak pergi ke Bandung sekarang bisa-bisa kau akan kesana tengah malam."
suara Ika membangunkan Rudi. Rudi melirik jam di dinding kamarnya, pukul sembilan kurang lima, duuuh. sudah saatnya bergegas. Dirapihkan baju dan rambutnya sambil membawa jaket yang digantungkan dibalik pintu kamarnya.
"aku pulang dulu ya, Ka.terimakasih telah mengizinkanku seharian di sini"
Ika yang tengah memeriksa pekerjaan rumah murid-muridnya keluar dari balik meja. "Kau bisa kemarin kapan saja.Rumah ini terbuka lebar untukmu."
Rudi tersenyum kecil. Ditepuknya pundak Ika sambil menuju pintu. Hawa dingin Kota Bogor mulai dingin ketika keluar rumah, tepatnya di teras. Rudi merapatkan jaketnya kemudian semenit kemudian menyalakan motor tuanya dan langsung menuju ke Bandung dengan kecepatan tinggi. Mengejar waktu agar dia cukup untuk beristirahat besok.
Namun setelah berbaring di balik selimut, setelah perjalanan satu jam yang melelahkannya tidak membuat mengantuk dan tertidur. Sial!! mengumpat di dalam hati seraut wajah Lisa bermain di lamunannya, tapi kali ini tidak hanya Lisa yang ada di pikirannya. Ada sosok lain yang mengusik pikirannya kali ini. Sosok lembut yang menahan tangis lembut di balik matanya yang berkabut. "ini sudah takdirku. Anda tidak perlu merasa bersalah."
Kalimat itu sangat diucapkan sangat pelan. Suaranya yang halus bergetar. Tetapi sepasang matanya yang berkaca menyiratkan ketegaran. Ketegaran yang ingin melenyapkan Rudi ke dasar bumi.
Tuhan, aku tidak bisa menghilangkan peristiwa itu dari kepalaku.
Rudi bangkit dari kasur. Melangkah kakinya ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Sudah lama dia tidak menghadap-Nya dalam keheningan tengah malam.
---Bersambung
                                                                              ***

Malam Panjang (katanya)

Malam Panjang (katanya)

malam panjang katanya
ketika remaja menebar pesona
malam panjang katanya
ketika anak sekolah berbagi bahagia

katanya malam panjang adalah kesetiaan
katanya malam panjang adalah pengorbanan
katanya malam panjang adalah kehebohan
katanya malam panjang adalah lepas kerinduan

lalu aku tersenyum
kemudian tertawa pada realita
setiap kata sayang pada malam panjang adalah cinta
cinta, asmara pada sebuah cerita remaja

malam semakin gelap remaja asyik berduaan
asyik berdua gelap-gelapan
namun ada juga yang menaman kerinduan karena hubungan
ada juga yang sekadar meluapkan airmata tangisan; kesedihan.

 

Copyright @ 2013 Ruang Imajinasi.